Ketertarikan tersebut disampaikan oleh pakar pendidikan Jepang yang
tergabung dalam Asia Pacifik Cuiltural Center for Unesco (ACCU) dan
National Institute for Education Policy (NIEP). Mereka memuji, PKBM yang
berjalan di Indonesia merupakan wujud kemandirian dan peran serta
masyarakat yang besar dalam dunia pendidikan. Perkembangan tersebut,
bisa menjadi salah satu model Community Learning Center (CLC) di kawasan
Aia Pacifik.
Wakil Direktur NIEP Tatsyua Otsuki menjelaskan, peminat PKBM di
Indonesia lebih variatif dari sisi usia. Tatsyua menjelakan, di Jepang
ada wadah pendidikan semacam PKBM yang disebut Komikan. "Tetapi komikan
lebih banyak dikonsumsi orang tua," jelas pria yang pernah menjadi atase
pendidikan di Indonesia, saat Wardiman menjabat sebagai Mendiknas di
Jakarta.
Tatsyua mengatakan, analisa sementara tentang daya tarik PKBM yang
dimiliki Indonesia tersebut, berasal dari banyaknya program kesenian dan
ketrampilan kerajinan tangan khas Indonesia. " banyak anak-anak muda
Jepang untuk datang di Komikan," ujar dia.
Tatsyua dan rekan-rekan datang ke Indonesia untuk mengikuti program pertukaran informasi dan pengalaman dalam pengelolaan dan pengembangan PKBM yang digagas Ditjen Pendidikan Masyarakat Kemendiknas. Nama lainnya adalah Prof Sasai Hiromi peneliti NIEP, Taka Hasyiko Guru Besar Pendidikan Aomori Choi University, dan Takatari Ayuko, peneliti dari ACCU. Mereka mengagendakan kunjungan ke PKBM Bina Trampil Mandiri di Bandung, dan TBM@Mall dan Balai Belajar Bersama di Jakarta. Direktur Pendidikan Masyarakat Ditjen PAUD Pendidikan Non Formal dan Informal Kemendiknas Ella Yulaelawati menuturkan, PKBM juga harus belajar ke Jepang. Terutama, untuk pelajaran tanggap bencana. Menurut dia, program pendidikan penanggulangan bencana di Jepang cukup maju dan sangat terencana.
"Selain itu, kedepan kami juga mendesak PKBM masuk dalam peraturan daerah (perda) pendidikan," kata dia di Jakarta kemarin (11/2). Menurut Ella, PKBM di Indonesia menjadi wadah bagi kegiatan pembelajaran masyarakat. Pembelajaran tersebut diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya di daerah tertentu. "Dengan PKBM kesempatan belajar bagi masyarakat yang tidak mampu secara formal semakin luas," jelas dia. Sehingga, masyarakat yang memiliki keterbatasan tersebut bisa mengembangkan mental untuk pengembangan diri dan mencari nafkah.
PR selanjutnya di Direktorat Pendidikan Masyarakat adalah menyamakan persepsi dan menyelaraskan penyelenggaraan PKBM. Ella mengatakan, PKBM yang saat ini terus berkembang harus tetap pada jalur ide kemunculannya yaitu sebagai pusat kegiatan pendidikan di luar sekolah. Saat ini, PKBM banyak muncul dalam bentuk pusat baca di pusat perbelanjaan. Bentuk lainnya adalah pusat-pusat pelatihan kerajinan tangan. Selain itu, PKBM di tinggal RT dan RW sering dijumpai dalam bentuk pendidikan anak usia dini (PAUD).(wan/jpnn)
Tatsyua dan rekan-rekan datang ke Indonesia untuk mengikuti program pertukaran informasi dan pengalaman dalam pengelolaan dan pengembangan PKBM yang digagas Ditjen Pendidikan Masyarakat Kemendiknas. Nama lainnya adalah Prof Sasai Hiromi peneliti NIEP, Taka Hasyiko Guru Besar Pendidikan Aomori Choi University, dan Takatari Ayuko, peneliti dari ACCU. Mereka mengagendakan kunjungan ke PKBM Bina Trampil Mandiri di Bandung, dan TBM@Mall dan Balai Belajar Bersama di Jakarta. Direktur Pendidikan Masyarakat Ditjen PAUD Pendidikan Non Formal dan Informal Kemendiknas Ella Yulaelawati menuturkan, PKBM juga harus belajar ke Jepang. Terutama, untuk pelajaran tanggap bencana. Menurut dia, program pendidikan penanggulangan bencana di Jepang cukup maju dan sangat terencana.
"Selain itu, kedepan kami juga mendesak PKBM masuk dalam peraturan daerah (perda) pendidikan," kata dia di Jakarta kemarin (11/2). Menurut Ella, PKBM di Indonesia menjadi wadah bagi kegiatan pembelajaran masyarakat. Pembelajaran tersebut diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya di daerah tertentu. "Dengan PKBM kesempatan belajar bagi masyarakat yang tidak mampu secara formal semakin luas," jelas dia. Sehingga, masyarakat yang memiliki keterbatasan tersebut bisa mengembangkan mental untuk pengembangan diri dan mencari nafkah.
PR selanjutnya di Direktorat Pendidikan Masyarakat adalah menyamakan persepsi dan menyelaraskan penyelenggaraan PKBM. Ella mengatakan, PKBM yang saat ini terus berkembang harus tetap pada jalur ide kemunculannya yaitu sebagai pusat kegiatan pendidikan di luar sekolah. Saat ini, PKBM banyak muncul dalam bentuk pusat baca di pusat perbelanjaan. Bentuk lainnya adalah pusat-pusat pelatihan kerajinan tangan. Selain itu, PKBM di tinggal RT dan RW sering dijumpai dalam bentuk pendidikan anak usia dini (PAUD).(wan/jpnn)
0 komentar:
Posting Komentar